Sebenarnya artikel berikut ini adalah tugas merangkum sebuah buku yang diberikan dosen. Tapi iseng-iseng juga lah di tampilkan disini.... Siapa tau berguna bagi yang baca....
Pendahuluan
Globalisasi artinya sebagai proses penyebarannya sesuatu ke seluruh penjuru dunia yang dikerjakan oleh sesuatu kekuatan. Kekuatan yang mengerjakan proses globalisasi tersebut adalah kekuatan memaksa yang menyeret masyarakat manusia di seluruh penjuru dunia untuk menerima peradaban baru yang luar biasa hebatnya dalam bidang kemajuan materiil, seperti teknologi, sosial, ekonomi, serta dalam soal kemasyarakatan lainnya yang telah dicapainya berkat semangat filsafat yang melatar belakanginya. Proses itu mengandung suatu kekuatan mendesak dan menyeret masyarakat manusia di seluruh penjuru dunia untuk mengganti pula semangat filsafat yang sudah lama dianut oleh masyarakat yang menjadi sasaran untuk ditempati oleh semangat dan filsafat yang menjiwai kekuatan tersebut. Dengan dasar jiwa itu kekuatan tersebut menjalankan peranannya menggerakkan masyarakat di seluruh penjuru dunia menerima proses menuju kepada kemajuan materiil yang luar biasa yang berinti kepada prinsip harus terus maju dan secara stabil.
Sejarah Kekuatan Yang Menggerakkan Globalisasi
Pada awalnya dianut para petulangan Eropa Barat dalam upaya mencari dan menemukan negeri-negeri diluar Eropa guna akhirnya dikuasai dan diambil kekayaannya. Petualangan ini dimulai sejak abad XV oleh Colombus yang menemukan benua Amerika. Penemuan benua Amerika oleh orang-orang Eropa membawa gerakan petualangan orang Eropa ke Amerika menjadi sesuatu yang menarik.
Benua Amerika bagi kalangan itu merupakan benua yang banyak memberikan harapan akan dapat dipenuhinya keinginan orang Eropa pada waktu itu untuk memperoleh harta kekayaan yang melimpah. Dengan semangat dan jiwa itu benua Amerika dalam waktu yang cepat menjadi sasaran para petualangan yang ingin mengadu nasib mencari harta.
Latar Belakang Kejiwaan Para Pendatang dari Eropa
Para pendatang dari Eropa Barat tersebut pertama-tama berjiwa pemberani. Sebagai petualang mereka sanggup menanggung resiko yang besar bagi dirinya sendiri. Sebagai petualang yang demikian jiwanya adalah penganut kuat faham “individualism” dan “materialsme”. Induvidualisme karena resiko yang besar dan tinggi tidak akan mudah berbagi sepenuhnya dengan orang lain. Harapan perbaikan kehidupannya untuk menjadi serba kecukupan dalam arti materi yang melimpah. Dari itu para pendatang itu jiwanya adalah materialis. Jiwa atau semangat yang demikian ini dalam melihat dunia dan kehidupan adalah jiwa atau filsafat hidup yang disebut “hedonisme” Filsafat ini memandang tujuan hidup adalah mencari kenikmatan dan kebahagiaan melalui kekayaan materiil yang melimpah.
Selain berani dan sanggup bekerja keras dengan mati-matian juga dituntut bahwa orang harus juga bekerja keras dalam daya cipta tentang cara-cara baru dalam menyelesaikan persoalan yang penuh tantangan yang dihadapi dalam perjuangan itu. Karenanya pula di dalam sejarah Amerika para pendatang tersebut disebut sebagai kaum “pionir”.
Faham hedonisme ternyata menguasai secara mantap kehidupan pada umumnya di Amerika Serikat sampai dewasa ini. Para Pendatang dengan jiwa dan filsafat hidup sebagaimana tersebut diatas, dalam sejarah Amerika ternyata banyak memperoleh kemajuan materiil dengan hasil-hasil yang terbukti nyata, dan terus menerus bertambah. Tetapi disamping itu mereka juga terus menerus pula menghadapi tantangan-tantangan yang baru. Tantangan tersebut tidak hanya terbatas pada tantangan alam, akan tetapi juga berupa tantangan dalam pergaulan sosial antara para pendatang sendiri yang semakin lama semakin hebat dank eras. Ini semua menjadi tempaan bagi mereka yang memandang bahwa nilai dan kebenaran sesuatu pendapat adalah bergantung sepenuhnyakepada bukti hasilnya yang nyata dan praktis.Filsafat hedonisme dengan begitu dalam perkembangan sejarahnya menjadi menajam kepada filsafat yang disebut pragmatisme. Filsafat ini mengajarkan bahwa untuk menghadapi kenyataan kehidupan dengan penuh hasil, itu tidak dapat diselesaikan hanya atas dasar renungan, akan tetapi harus diselesaikan atas dasar belajar dari pengalaman. Kemudian dengan secara sistematis mengupas sebab dan akibatnya.
Filsafat ini di dalam kelanjutannya mendorong timbulnya pandangan yang lebih berpusat lagi menjadi pendirian bahwa di dalam hidup bagi seseorang yang terpenting adalah harus dapat berbuat dengan baik dan tepat-guna atau efisien. Penonjolan pendirian yang demikian berarti faham itu berkembang menjadi suatu ajaran tentang “Can do-sime”. Dalam intinya “can do-isme” ini berisi suatu ajaran berbuat sesuatu, dengan menekankan bahwa kemampuan berbuat itu harus dilakukan dengan hebat, lebih baik dan lebih cepat. Dalam bahasa Inggrisnya : “Do more, do better, do faster”. Sebagai penganut daham “can do”yang demikian, hal itu memacu kepada pemujaan suatu prinsip bahwa segala kegiatan harus diukur dari segi prestasi.
Faham berbuat atau “can do” yang memacu kepada tindakan praktis itu menimbulkan persolan tentang bagaimana etik yang harus dianut di dalam masyarakat dengan anggota-anggota yang bersemangat untuk berpacu atau berkompetisi secara sungguh-sungguh dan hebat dalam upaya mencapai hidup materiil yang makmur. Persoalan ini membawa hedonisme selanjutnya pada suatu ajaran etik pergaulan yang berlaku bagi masyarakat bisnis. Etik pergaulan dalam masyarakat yang demikian adalah “sportivitas”. Di dalam nilai sportivitas setiap prestasi seseorang dituntut harus obyektif dan nyata. Prestasi itu adalah benar-benar terbukti nyata dan bukan prestasi pura-pura atau akal-akalan. Berprestasi yang demikian, dalam perkembangannya menumbuhkan suatu ide bahwa perbuatan semacam itu hanya mungkin kalau dilakukan dengan cara kerjanya suatu mesin. Dengan begitu timbul ajaran tambahan baru dalam can-do-isme yaitu ajaran yang mensejajarkan pelaksanaan kehidupan bermasyarakat manusia dengan bekerjanya suatu mesin. Dengan istilah Amerika, ajaran ini adalah suatu ajaran “Engineering”.
Perkembangan hedonisme yang berkembang demikian itu membawa masyarakat Amerika kepada kemajuan-kemanjuan yang benar-benar pesat dan mengagumkan. Hal itu dapat disaksikan dengan nyata. Harapan yang sejak semula didambakan oleh para pionir petualang di Amerika, di dalam perkembangannya menghasilkan suatu kemakmuran materiil sebagaimana didambakan oleh inividu-individu yang berprestasi dan sukses. Dengan istilah yang kini dipakai di Amerika ialah menjadi manusia yang “Rich and Famous”. Dua hal ini sering disebut sebagai “American Dream” atau “Impian Amerika”. Demikian pula sebagai negara, Amerika juga harus terkenal sebagai negara yang kaya, dan negara yang adi kuasa pula. Hal itu karena kekayaan membawa kekuatan. Kekuatan membawa kepada kekuasaan. Kekuasaan dapat membawa kepada kejayaan. Dengan kaya dan tenar, memudahkan untuk mendapatkan penghargaan terhadap diri orang yang telah mendapatkannya.
Dibalik itu semua, ada suatu hal yang perlu dicatat yaitu bahwa itu membawa rasa khawatir atau takut terhadap kekayaan meteriil dan kejayaannya. Rasa Ketakutan itu membawa sikap penuh kecurigaan terhadap masyarakat sekelilingnya. Dengan begitu kemajuan yang dicapai itu membawa pada dirinya kebutuhan pengamanan terhadap dirinya dan segala kekayaan, ketenaran dan kejayaannya itu. Singkatnya diperlukan “security”.
Kemajuan teknologi terutama membawa percepatan kemajuan dalam hampir segala aspek kehidupan. Diantaranya ialah percepatan dalam memenuhi kebutuhan yang bersifat ekonomis, teknis, komunikasi, sosial, politik, kesenian dan sebagainya. Kwantitas yang besar dan tenaga yang besar yang terhimpun dan tersusun secara “engineering” menjadikan percepatan hasil-hasilnya sangat cepat berlipat ganda. Pada puncaknya hal itu membawa negeri dan masyarakat tempat bercokolnya filsafat tersebut menjadi tidak mampu lagi menampung hasil-hasilnya. Kelebihannya mengalir dan melanda keluar batas-batas negeri dari masyarakat tersebut dalam kwantum yang besar dan dengan arus yang bertenaga raksasa dengan melalui teknologi canggih.
Globalisasi artinya sebagai proses penyebarannya sesuatu ke seluruh penjuru dunia yang dikerjakan oleh sesuatu kekuatan. Kekuatan yang mengerjakan proses globalisasi tersebut adalah kekuatan memaksa yang menyeret masyarakat manusia di seluruh penjuru dunia untuk menerima peradaban baru yang luar biasa hebatnya dalam bidang kemajuan materiil, seperti teknologi, sosial, ekonomi, serta dalam soal kemasyarakatan lainnya yang telah dicapainya berkat semangat filsafat yang melatar belakanginya. Proses itu mengandung suatu kekuatan mendesak dan menyeret masyarakat manusia di seluruh penjuru dunia untuk mengganti pula semangat filsafat yang sudah lama dianut oleh masyarakat yang menjadi sasaran untuk ditempati oleh semangat dan filsafat yang menjiwai kekuatan tersebut. Dengan dasar jiwa itu kekuatan tersebut menjalankan peranannya menggerakkan masyarakat di seluruh penjuru dunia menerima proses menuju kepada kemajuan materiil yang luar biasa yang berinti kepada prinsip harus terus maju dan secara stabil.
Sejarah Kekuatan Yang Menggerakkan Globalisasi
Pada awalnya dianut para petulangan Eropa Barat dalam upaya mencari dan menemukan negeri-negeri diluar Eropa guna akhirnya dikuasai dan diambil kekayaannya. Petualangan ini dimulai sejak abad XV oleh Colombus yang menemukan benua Amerika. Penemuan benua Amerika oleh orang-orang Eropa membawa gerakan petualangan orang Eropa ke Amerika menjadi sesuatu yang menarik.
Benua Amerika bagi kalangan itu merupakan benua yang banyak memberikan harapan akan dapat dipenuhinya keinginan orang Eropa pada waktu itu untuk memperoleh harta kekayaan yang melimpah. Dengan semangat dan jiwa itu benua Amerika dalam waktu yang cepat menjadi sasaran para petualangan yang ingin mengadu nasib mencari harta.
Latar Belakang Kejiwaan Para Pendatang dari Eropa
Para pendatang dari Eropa Barat tersebut pertama-tama berjiwa pemberani. Sebagai petualang mereka sanggup menanggung resiko yang besar bagi dirinya sendiri. Sebagai petualang yang demikian jiwanya adalah penganut kuat faham “individualism” dan “materialsme”. Induvidualisme karena resiko yang besar dan tinggi tidak akan mudah berbagi sepenuhnya dengan orang lain. Harapan perbaikan kehidupannya untuk menjadi serba kecukupan dalam arti materi yang melimpah. Dari itu para pendatang itu jiwanya adalah materialis. Jiwa atau semangat yang demikian ini dalam melihat dunia dan kehidupan adalah jiwa atau filsafat hidup yang disebut “hedonisme” Filsafat ini memandang tujuan hidup adalah mencari kenikmatan dan kebahagiaan melalui kekayaan materiil yang melimpah.
Selain berani dan sanggup bekerja keras dengan mati-matian juga dituntut bahwa orang harus juga bekerja keras dalam daya cipta tentang cara-cara baru dalam menyelesaikan persoalan yang penuh tantangan yang dihadapi dalam perjuangan itu. Karenanya pula di dalam sejarah Amerika para pendatang tersebut disebut sebagai kaum “pionir”.
Faham hedonisme ternyata menguasai secara mantap kehidupan pada umumnya di Amerika Serikat sampai dewasa ini. Para Pendatang dengan jiwa dan filsafat hidup sebagaimana tersebut diatas, dalam sejarah Amerika ternyata banyak memperoleh kemajuan materiil dengan hasil-hasil yang terbukti nyata, dan terus menerus bertambah. Tetapi disamping itu mereka juga terus menerus pula menghadapi tantangan-tantangan yang baru. Tantangan tersebut tidak hanya terbatas pada tantangan alam, akan tetapi juga berupa tantangan dalam pergaulan sosial antara para pendatang sendiri yang semakin lama semakin hebat dank eras. Ini semua menjadi tempaan bagi mereka yang memandang bahwa nilai dan kebenaran sesuatu pendapat adalah bergantung sepenuhnyakepada bukti hasilnya yang nyata dan praktis.Filsafat hedonisme dengan begitu dalam perkembangan sejarahnya menjadi menajam kepada filsafat yang disebut pragmatisme. Filsafat ini mengajarkan bahwa untuk menghadapi kenyataan kehidupan dengan penuh hasil, itu tidak dapat diselesaikan hanya atas dasar renungan, akan tetapi harus diselesaikan atas dasar belajar dari pengalaman. Kemudian dengan secara sistematis mengupas sebab dan akibatnya.
Filsafat ini di dalam kelanjutannya mendorong timbulnya pandangan yang lebih berpusat lagi menjadi pendirian bahwa di dalam hidup bagi seseorang yang terpenting adalah harus dapat berbuat dengan baik dan tepat-guna atau efisien. Penonjolan pendirian yang demikian berarti faham itu berkembang menjadi suatu ajaran tentang “Can do-sime”. Dalam intinya “can do-isme” ini berisi suatu ajaran berbuat sesuatu, dengan menekankan bahwa kemampuan berbuat itu harus dilakukan dengan hebat, lebih baik dan lebih cepat. Dalam bahasa Inggrisnya : “Do more, do better, do faster”. Sebagai penganut daham “can do”yang demikian, hal itu memacu kepada pemujaan suatu prinsip bahwa segala kegiatan harus diukur dari segi prestasi.
Faham berbuat atau “can do” yang memacu kepada tindakan praktis itu menimbulkan persolan tentang bagaimana etik yang harus dianut di dalam masyarakat dengan anggota-anggota yang bersemangat untuk berpacu atau berkompetisi secara sungguh-sungguh dan hebat dalam upaya mencapai hidup materiil yang makmur. Persoalan ini membawa hedonisme selanjutnya pada suatu ajaran etik pergaulan yang berlaku bagi masyarakat bisnis. Etik pergaulan dalam masyarakat yang demikian adalah “sportivitas”. Di dalam nilai sportivitas setiap prestasi seseorang dituntut harus obyektif dan nyata. Prestasi itu adalah benar-benar terbukti nyata dan bukan prestasi pura-pura atau akal-akalan. Berprestasi yang demikian, dalam perkembangannya menumbuhkan suatu ide bahwa perbuatan semacam itu hanya mungkin kalau dilakukan dengan cara kerjanya suatu mesin. Dengan begitu timbul ajaran tambahan baru dalam can-do-isme yaitu ajaran yang mensejajarkan pelaksanaan kehidupan bermasyarakat manusia dengan bekerjanya suatu mesin. Dengan istilah Amerika, ajaran ini adalah suatu ajaran “Engineering”.
Perkembangan hedonisme yang berkembang demikian itu membawa masyarakat Amerika kepada kemajuan-kemanjuan yang benar-benar pesat dan mengagumkan. Hal itu dapat disaksikan dengan nyata. Harapan yang sejak semula didambakan oleh para pionir petualang di Amerika, di dalam perkembangannya menghasilkan suatu kemakmuran materiil sebagaimana didambakan oleh inividu-individu yang berprestasi dan sukses. Dengan istilah yang kini dipakai di Amerika ialah menjadi manusia yang “Rich and Famous”. Dua hal ini sering disebut sebagai “American Dream” atau “Impian Amerika”. Demikian pula sebagai negara, Amerika juga harus terkenal sebagai negara yang kaya, dan negara yang adi kuasa pula. Hal itu karena kekayaan membawa kekuatan. Kekuatan membawa kepada kekuasaan. Kekuasaan dapat membawa kepada kejayaan. Dengan kaya dan tenar, memudahkan untuk mendapatkan penghargaan terhadap diri orang yang telah mendapatkannya.
Dibalik itu semua, ada suatu hal yang perlu dicatat yaitu bahwa itu membawa rasa khawatir atau takut terhadap kekayaan meteriil dan kejayaannya. Rasa Ketakutan itu membawa sikap penuh kecurigaan terhadap masyarakat sekelilingnya. Dengan begitu kemajuan yang dicapai itu membawa pada dirinya kebutuhan pengamanan terhadap dirinya dan segala kekayaan, ketenaran dan kejayaannya itu. Singkatnya diperlukan “security”.
Kemajuan teknologi terutama membawa percepatan kemajuan dalam hampir segala aspek kehidupan. Diantaranya ialah percepatan dalam memenuhi kebutuhan yang bersifat ekonomis, teknis, komunikasi, sosial, politik, kesenian dan sebagainya. Kwantitas yang besar dan tenaga yang besar yang terhimpun dan tersusun secara “engineering” menjadikan percepatan hasil-hasilnya sangat cepat berlipat ganda. Pada puncaknya hal itu membawa negeri dan masyarakat tempat bercokolnya filsafat tersebut menjadi tidak mampu lagi menampung hasil-hasilnya. Kelebihannya mengalir dan melanda keluar batas-batas negeri dari masyarakat tersebut dalam kwantum yang besar dan dengan arus yang bertenaga raksasa dengan melalui teknologi canggih.
0 komentar:
Posting Komentar